Permasalahan narkoba bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia, hal ini dapat dilihat dari semakin hilangnya nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam diri seseorang akibat efek narkoba yang ada dalam dirinya. Pondok Pesantren Tetirah Dzikir merupakan Pondok yang dikhususkan untuk menangani korban narkoba dan gangguan jiwa dengan pendekatan terapi Islami, yaitu menggunakan Praktik Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dalam proses pemulihannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses Praktik Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah pada mantan pecandu narkoba di Pondok Pesantren Tetirah Dzikir, untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah pada mantan pecandu narkoba di Pondok Pesantren Tetirah Dzikir, dan untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam praktik Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah pada mantan pecandu narkoba di Pondok Pesantren Tetirah Dzikir. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan ialah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Untuk uji keabsahan data, penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa: pertama, Praktik Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah pada mantan pecandu narkoba di Pondok Pesantren Tetirah Dzikir terdapat tiga tahapan, yaitu: tahap pra perawatan, tahap perawatan dan tahap pasca perawatan. Kedua, Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam praktik Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah pada mantan pecandu narkoba di Pondok Pesantren Tetirah Dzikir terdapat sepuluh nilai pendidikan karakter, di antaranya adalah: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, mandiri, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. Ketiga, Faktor pendukungnya meliputi: tempat yang mendukung, mendapat bimbingan dari para ahli tarekat, adanya keinginan santri untuk pulih, rasa ikhlas bapak kiai dan para mursyid. Faktor penghambat meliputi: pemerintah, image masyarakat, keluarga, kurangnya fasilitas dan tenaja kerja.