Qirā’āt adalah suatu bacaan yang terkhususkan dengan perbedaan lafaz-lafaz dalam al-Qur’an yang dinisbatkan oleh para imam qirā’āt. Ilmu qirā’āt selama ini cenderung dipahami sebatas sebagai bagian dari dimensi tekstualitas al-Qur’an, yang lebih menekankan aspek estetika dan variasi bacaan, seperti taqlīl, imālah, mad, qaṣr, waqaf, dan ibtidā’. Padahal, sebagian qirā’āt memiliki keterkaitan erat dengan makna dan penafsiran al-Qur’an, khususnya ketika menyangkut perbedaan substansi lafaz yang berdampak pada hukum. Hubungan antara qirā’āt dan tafsir dibagi menjadi dua: qirā’āt yang tidak berpengaruh terhadap penafsiran dan qirā’āt yang berdampak langsung pada pemaknaan ayat. Dalam konteks ini, penelitian ini berupaya menelaah pengaruh variasi bacaan farsy al-ḥurūf terhadap tafsir ayat-ayat fikih dalam QS. Al-Ma’idah.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi pustaka (library research), yang bertumpu pada pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis seperti al-Qur’an, kitab Faiḍ al-Barakāt karya Muhammad Arwani Amin Kudus, dan kitab tafsir Al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qurʾān karya al-Qurṭubī, serta literatur pendukung lainnya. Data primer berupa al-Qur’an, sedangkan data sekunder berasal dari kitab-kitab qirā’āt dan tafsir, serta karya ilmiah lain yang relevan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, dengan langkah-langkah seperti identifikasi ayat-ayat yang mengandung farsy al-ḥurūf, pengkajian makna dan pengelompokan berdasarkan perbedaan bacaan, serta analisis terhadap implikasi maknanya dalam penafsiran hukum fikih. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam QS. Al-Ma’idah terdapat 46 farsy al-ḥurūf menurut para imam qirā’āt, yang mencerminkan kekayaan variasi bacaan al-Qur’an. Dari jumlah tersebut, ditemukan 4 farsy al-ḥurūf dalam tiga ayat (QS. Al-Ma’idah: 6, 89, dan 95) yang berimplikasi langsung terhadap penafsiran hukum fikih. Perbedaan bacaan seperti arjulakum dan arjulikum (ayat 6) memengaruhi hukum membasuh atau mengusap kaki saat wudu, sedangkan lamastum dan lāmastum berkaitan dengan hukum menyentuh perempuan. Pada ayat 89, variasi bacaan ‘aqqadtum, ‘aqadtum, dan ‘āqadtum memengaruhi pemahaman tentang sumpah yang disengaja dan kewajiban kafarat. Sementara itu, ayat 95 memperlihatkan perbedaan fajazā’un miṡlu dan fajazā’u miṡli yang berdampak pada penentuan jenis atau nilai denda dalam kasus berburu saat berihram. Temuan ini menegaskan bahwa qirā’āt memiliki kontribusi penting dalam pengembangan tafsir hukum islam.