Perkembangan dakwah Islam di era digital melahirkan bentuk baru dalam praktik keagamaan, salah satunya melalui fenomena religion online. Perkembangan ini turut memengaruhi model penyampaian tafsir yang sebelumnya berbasis cetak menjadi berbasis digital, khususnya melalui platform Youtube. Dalam konteks ini, Youtube menjadi salah satu platform yang digunakan untuk menyebarkan kajian tafsir al-Qur’an secara luas. Salah satu tokoh yang memanfaatkan platform ini untuk menafsirkan Al-Qur’an adalah Buya Yahya. Buya Yahya memiliki sejumlah kajian tafsir. Salah satu yang menjadi perhatian Buya Yahya dan fokus pada riset ini adalah penafsiran terhadap Surah Al-A’raf (7):59-64 yang ditayangkan melalui kanal Youtube Al-Bahjah TV. Praktik ini adalah aktivitas mengaji bersama secara offline yang ditayangkan melalui Youtube. Oleh karena itu, kegiatan ini termasuk dalam kategori religion online. Karena, praktik ini tetap ada meskipun tidak ditayangkan di Youtube. Penelitian ini berupaya untuk menjawab dua rumusan masalah, bagaimana praktik penafsiran Al-Qur’an Buya Yahya yang ditayangkan melalui Youtube dan bagaimana penafsiran Buya Yahya sebagai praktik religion online berdampak pada metode menafsirkannya. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan, menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer akun Youtube Al-Bahjah TV. Riset ini menggunakan pendekatan kerangka baru dengan menggunakan teori yang disampaikan oleh Heidi A. Campbell. Data yang telah penulis kumpulkan, kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif-analitis agar diperoleh hasil penelitian yang mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik penafsiran Buya Yahya memiliki lima (5) karakteristik utama yang mencerminkan religion online, yaitu berbasis institusi yang dikelola oleh Pesantren Al-Bahjah, model informatif, komunikasi satu arah, melanggengkan otoritas tradisional, dan fungsi pedagogik. Meskipun disampaikan lewat media digital, praktik pengajian Buya Yahya tetap mengikuti pola tradisional. Jemaah tidak diberi ruang dialog langsung, dan sesi tanya jawab pun tidak membuka diskusi dua arah. Hal ini menunjukkan bahwa Youtube bukan sekadar sarana baru, melainkan alat untuk melestarikan pola komunikasi keagamaan lama dalam format modern yang menjangkau lebih banyak orang.