Dalam literatur kajian tafsir al-Qur’an, pembahasan mengenai pengharaman lahm al-khinzir terus menjadi problem besar di kalangan ulama. Hal ini disebabkan jika dilihat secara teks, larangan terhadap khinzir tidak langsung merujuk pada lafaz ‘khinzir’ namun terdapat lafaz ‘lahm’ (di depan) kata khinzir. Permasalahan ini juga menjadi problem global di kalangan masyarakat, yang mana dengan kehidupan manusia yang semakin modern, konteks penggunaan organ tubuh khinzir banyak digunakan dalam berbagai bidang, baik dalam bidang kedokteran, farmasi, maupun dalam produk-produk modern.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Ibn ‘Asyur mengaplikasikan Maqasid al-Syari’ahnya dalam tafsirnya al-Tahrir wa al-Tanwir mengenai pengharaman lahm al-khinzir, serta untuk mengetahui implikasi dari Maqasid al-Syari’ah yang dibawanya pada konteks sekarang. Adapun penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif kepustakaan (library research) dengan berfokus pada analisis terhadap pengharaman lah}m al-khinzir. Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer berupa tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir dan Maqasid al-Syari’ah al-Islamiyyah. Dari penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa terdapat beberapa fitur Maqasid al-Syari’ah yang diaplikasikan oleh Ibn ‘Asyur dalam ayat-ayat pengharaman lahm al-khinzir. Pertama, meliputi fitur al-Fitrah (kesucian). Kedua, al-Samahah (toleransi), dan ketiga, al-Huriyyah (kebebasan). Adapun implikasi dari Maqasid al-Syari’ah yang dibawa Ibn ‘Asyur, yaitu dapat membuka peluang untuk dibolehkannya menggunakan barang haram tersebut, selama memenuhi syarat kedaruratan dan membawa manfaat yang jelas tanpa merusak struktur nilai maqas}id yang lebih besar dan menyeluruh. Dalam hal ini, juga dapat membuka ruang ijtihad kontemporer agar memahami hukum dengan pendekatan maslahat, sehingga para cendekiawan Muslim, tokoh masyarakat, serta para ilmuan, dapat bekerja sama untuk memberikan fatwa dan solusi hukum yang sejalan dengan berbagai kemajuan, sesuai kebutuhan masyarakat.