Dalam kajian tafsir Al-Qur’an kontemporer, muncul fenomena menarik ketika tokoh-tokoh Salafi menggunakan sumber-sumber tafsir tradisional seperti Tafsir Jalalain dalam dakwah digital mereka. Salah satunya adalah Muhammad Abduh Tuasikal, seorang dai Salafi yang aktif menyampaikan kajian tafsir melalui kanal YouTube Rumaysho TV. Meskipun ia berasal dari tradisi Salafi yang menolak pendekatan ta’wil dan rasionalisme dalam penafsiran, ia tetap merujuk pada Tafsir Jalalain yang kental dengan pendekatan klasik dan juga. Problem akademiknya terletak pada ketegangan metodologis antara penggunaan tafsir tradisional dan ideologi Salafi yang literal, serta bagaimana hal ini menciptakan bentuk tafsir yang tidak hanya ilmiah tetapi juga ideologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan metode studi kepustakaan (library research), di mana data primer berasal dari video kajian tafsir Surah al-Fatihah oleh Muhammad Abduh Tuasikal di kanal YouTube Rumaysho TV. Data sekunder meliputi literatur terkait tafsir, salafisme, dan media dakwah digital. Kerangka teorinya mengacu pada teori tekstualisme Abdullah Saeed, khususnya pembagian antara tekstualisme keras dan lunak, serta hermeneutika Neo-Tradisionalisme Salafi dari Adis Duderija. Kerangka ini digunakan untuk menelaah bagaimana literalitas, loyalitas terhadap hadis sahih, serta penolakan terhadap kontekstualisasi, membentuk corak penafsiran yang khas dan sarat muatan ideologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penafsiran Muhammad Abduh Tuasikal terhadap Surah al-Fatihah tidak sekadar bersifat linguistik, melainkan mengandung struktur ideologis Salafi yang kuat. Ia menafsirkan ayat-ayat alFatihah dengan merujuk kepada tiga tauhid utama dalam Salafisme (rububiyyah, uluhiyyah, dan asmaʾ wa ṣifat), menyisipkan konsep al-walaʾ wa al-baraʾ, dan menggunakan narasi ruqyah serta kritik terhadap ta’wil sebagai medium otoritatif. Meskipun menggunakan Tafsir Jalalain, tafsir tersebut ditempatkan dalam bingkai pembacaan ulang yang sesuai dengan manhaj Salafi. Dengan demikian, tafsir Muhammad Abduh Tuasikal bukan sekadar upaya interpretatif terhadap teks suci, tetapi juga strategi ideologis dalam membentuk identitas keagamaan Salafi di ruang digital.