Pada kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam Al-Qur’an, khususnya pada surat As-Saffat ayat 99–105, ialah narasi penting yang kaya dengan pesan keimanan, pengorbanan, dan ketundukan kepada kehendak Allah. Meskipun sering dipahami secara historis dan teologis oleh para mufasir klasik, kisah ini juga menyimpan lapisan makna simbolik yang bisa ditafsirkan lebih dalam menggunakan pendekatan semiologis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kisah tersebut dengan menggunakan teori semiologi Roland Barthes untuk mengungkap makna-makna denotatif, konotatif, dan mitologis yang terkandung di dalamnya. Permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana tanda-tanda dalam surat As-Saffat ayat 99–105 dimaknai menurut dua sistem pemaknaan Barthes: sistem denotasi (makna literal) dan sistem konotasi-mitos (makna budaya dan ideologi).
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan library research, dengan menghimpun dan menganalisis data dari Al-Qur’an, berbagai kitab tafsir klasik dan kontemporer, serta literatur pendukung lainnya. Pendekatan semiologi Roaland Barthes yang digunakan meliputi analisis struktur tanda (sign), penanda (signifier), petanda (signified), serta dua tingkat pemaknaan: denotasi dan konotasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara denotatif, ayat-ayat tersebut menggambarkan peristiwa nyata antara perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya dan kesiapan Ismail menerima perintah tersebut. Namun secara konotatif, kisah ini merepresentasikan nilai-nilai moral dan spiritual yang mendalam: hijrah sebagai simbol pencarian spiritual, Ismail sebagai mitos anak ideal yang taat dan sabar, mimpi sebagai simbol wahyu, dialog ayah-anak sebagai representasi pendidikan tauhid, dan tindakan penyembelihan sebagai simbol kepasrahan total kepada Tuhan, pisau tidak melukai menunjukkan bahwa kurban bukan terletak pada darah atau tindakan fisik, domba pengganti penyembelihan menjadi tanda kasih sayang dan rahmat Allah. Lebih jauh, analisis mitologis menemukan bahwa teks ini membentuk narasi-narasi ideologis dalam masyarakat Muslim tentang pentingnya totalitas keimanan, semangat pengorbanan, serta peneguhan identitas spiritual keturunan Nabi Ibrahim. Kontribusi dari penelitian ini berada pada penerapan teori Barthes dalam penafsiran Al-Qur’an yang membuka ruang interpretasi baru terhadap teks suci. Pendekatan semiologi memungkinkan pembaca untuk memahami bagaimana Al-Qur’an menyampaikan nilai-nilai yang luas melalui sistem tanda yang sarat akan konteks budaya, sosial, dan spiritual.