PEMBAKARAN DUPA DALAM HADIS NABI (KAJIAN MA'ANIL AL-HADIS DALAM PERSPEKTIF SEJARAH)

Pembahasan mengenai dupa nampaknya masih menjadi sebuah perbincangan dikalangan umat beragama khususnya agama Islam. Realita yang terjadi adalah masih banyaknya umat muslim yang menganggap tabu penggunaan dalam setiap perayaan keagamaan. Dupa sendiri merupakan wewangian yang pada faktanya sudah dikenal oleh 4 agama sejak 1400 SM silam, yakni agama Hindu, Buddha, Kristen dan Islam. Penggunaan dupa dalam Islam merupakan implementasi nilainilai kesunnahan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Tentunya dalam hal ini sangat diperlukan pendekatan ma’ānīl al-ḥadiṡ yang bertujuan untuk merespon stigma negatif yang didasarkan pada penggunaan dupa oleh sebagian kalangan yang dianggap sebagai hal klenik bahkan bid’ah lewat model taḥmīl, taghyīr dan model taḥrīm. Tentunya dengan pendekatan kajian ma’ānīl al-ḥadiṡ akan mampu menjawab berbagai respon negatif mengenai dupa lewat pendalaman secara komprehensif lewat berbagai perspektif sejarah agama di dunia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan makna ḥadiṡ tentang wewangian dari pembakaran dupa dan perkembangan dupa dalam pandangan Islam itu sendiri. Selain itu, pendekatan kajian ma’ānīl al-ḥadiṡ yang digunakan dalam penelitian ini juga bertujuan sebagai penguat dari sudut pandang Islam mengenai penggunaan dupa itu sendiri. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) yang dianalisa dengan bantuan aplikasi ḥadiṡ Soft, yakni aplikasi pencarian ḥadiṡ, buku-buku, kitab ḥadiṡ, dokumen, skripsi, jurnal dan catatan dari kisah sejarah dan lain lain. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Penggunaan dupa di Indonesia merupakan bentuk akulturasi Islam dengan budaya lokal dan juga sebagai bentuk pelestarian terhadap budaya lokal. hadirnya Islam meluruskan pandanganpandangan yang menyimpang tanpa menghilangkan aktivitas tersebut akan tetapi Islam menggandeng dan mempertahankan selama tidak menyalahi hukum syariat apa yang diyakininya. walaupun dahulu dupa sebagai alat penunjang peribadatan kaum non Islam saat beribadah, tetapi perbuatan atau sesuatu tradisi adat istiadat pada masa saat itu apabila diaplikasikan kedalam agama Islam tidak boleh semenamena diputus atau diberhentikan, selagi tidak menyalahi hukum syariat agama boleh saja dilanjutkan dan dipertahankan guna kemaslahatan lebih baik