Anggraeni, Novita (2023) GHAFLAH MENURUT M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISHBAH. Masters thesis, IIQ AN NUR YOGYAKARTA.
![[thumbnail of BAB I]](https://repository.nur.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
17201384_COVER_BAB I.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only
Download (1MB)
![[thumbnail of BAB II]](https://repository.nur.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
17201384_BAB II.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only
Download (316kB)
![[thumbnail of BAB III]](https://repository.nur.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
17201384_BAB III.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only
Download (694kB)
![[thumbnail of BAB IV]](https://repository.nur.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
17201384_BAB IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only
Download (843kB)
![[thumbnail of BAB V]](https://repository.nur.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
17201384_BAB V_DAFTAR PUSTAKA.pdf - Accepted Version
Restricted to Registered users only
Download (261kB)
Abstract
Pada dasarnya manusia memiliki sifat pelupa ataupun lalai dalam bertindak, oleh karena itu manusia harus diingatkan dan dijelaskan tentang perkara-perkara agama serta dunianya agar terdorong untuk bekerja dengan keras, ulet dan semangat yang tinggi. Ingatan memegang peranan penting dalam sisi keagamaan. Ingatan akan selalu membuat kita senantiasa mengingat Allah, kekuasaan-Nya, nikmat-Nya yang berlimpah di dunia dan akhirat. Al-Qur’an sering menyebutkan penyakit batin, salah satu penyakit terburuk yang bisa merusak umat manusia adalah kelalaian. Sifat ini bisa membunuh kebajikan dan mematahkan semangat. Lalai merupakan penyakit keras yang dapat membuat seseorang kehilangan tujuannya. Sikap lalai tidak memberikan manfaat, boleh jadi pelajar-pelajar mengetahui pengetahuan yang banyak akan tetapi seringkali melupakan kewajiban selaku hamba untuk mengimani Tuhan. Penyebutan kata lalai dibagi menjadi beberapa kosa kata seperti nisyan, sahwun, dan ghaflah. Nisyan adalah lupa dengan sengaja terhadap tanda kekuasaan-Nya dan sesuatu yang dilakukan oleh seseorang. Sahwun adalah berasal dari kata sahun yang berarti lupa maksudnya adalah orang yang hatinya tertarik kepada orang lain sehingga mengakibatkan melalaikan tujuan utaamanya. Sedangkah ghaflah mengacu pada keadaan di mana seseorang tidak menyadari perhitungan yang akan terjadi karena mereka tidak menyadari kejadian yang tidak bisa dihindarkan dan mereka berpaling darinya, hati mereka penuh dengan keinginan duniawi. Dalam hal ini peneliti tertarik akan mengkaji kata ghaflah pemikiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna ghaflah menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah. Penelitian ini kataasuk penelitian studi tokoh yang bersifat kepustakaan (library research) dengan mengambil obyek ghaflah. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat 35 ayat berkaitan dengan kata ghaflah yang memiliki berbagai kata turunan bentuk antara lain fi’il dan isim, tunggal dan jamak. Makna ghaflah menjelaskan tentang ghaflah dan Allah yang tidak lalai, tanda-tanda kekuasaan Allah, hari kebangkitan, kemewahan dunia, hukum syariat, mengambil nasihat dan pelajaran dari kisah umat terdahulu, mendayagunakan potensipotensi dalam diri manusia, perbuatan setan, dan ibadah sholat. Muhammad Quraish Shihab dalam menafsirkan makna ghaflah mempunyai karakteristik tersendiri seperti wujud lalai dalam Tafsir Al-Mishbah terdapat tiga bagian, yaitu hati yang tidak terbiasa memahami/mengenal Tuhan, ayat berikut menggambarkan bagaimana orang-orang yang tidak mengakui kebenaran Tuhan dan ayat-ayat-Nya. Hati, mata dan telinga menjadi seperti binatang yang tidak bisa berpikir. Mereka hanya mengejar kesenangan dunia tanpa memikirkan akibatnya di akhirat. Mereka tidak menyadari bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang abadi di neraka, sementara binatang hanya mati dan lenyap. Mereka adalah orang-orang yang sangat lengah dan tidak siap menghadapi hari kiamat. Dalam ayat ini terdapat empat sifat yang mereka sandang, antara lain: Lā yarjūna liqā’anā artinya adalah tidak mengharapkan atau percaya pada akhirat, hati mereka tidak bisa menahan kegembiraan spiritual karena dengan adanya sikap tersebut mereka telah menolak pahala dan siksa serta wahyu, kenabian dan janji yang dibuat oleh para nabi dan rasul. Radhū bil-hayāti ad-dunyā artinya adalah waktu sepenuhnya dihabiskan untuk menjalani kehidupan duniawi karena dia puas dengan kehidpuan dunia. Sifat pertama dilanjutkan dengan yang satu ini. Padahal mereka tidak memiliki keyakinan lain selain kehidupan dunia, perhatikan betapa tidak bahagianya mereka dengannya. Merekaa menjadi puas dengan hal ini sehingga mereka berhenti berpikir dan mencari sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan akhirat. Mereka berbeda dengan orang beriman yang percaya bahwa kehidupan di dunia bukanlah kehidupan yang sempurna. Ithma’annū bihā artinya adalah merasa nyaman dengan kehidupan di dunia, dan mereka berhasil mendapatkan,apa yang mereka inginkan. Allah sengaja memberikan kepada hamba-hamba-Nya yang taat berzikir. Hum ‘an āyātinā ghāfilūn artinya adalah kelengahan bisa menyebabkan tidak menerima nasehat, apalagi di hadapkan dengan bukti secara terang-terangan, menyebabkan hati manusia benar-benar tertutup bahkan mati.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Ghaflah, Tafsir Al-Mishbah, M. Quraish Shihab |
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General) B Philosophy. Psychology. Religion > BP Islam. Bahaism. Theosophy, etc |
Divisions: | Fakultas Ushuluddin > Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir |
Depositing User: | Admin Repository IIQ An Nur Yogyakarta |
Date Deposited: | 19 Dec 2024 07:28 |
Last Modified: | 19 Dec 2024 07:28 |
URI: | https://repository.nur.ac.id/id/eprint/749 |