Penelitian ini berangkat dari banyaknya calon Jemaah Haji tahun 2022 yang kecewa tidak diberangkatkan karena pandemi Covid-19 dan adanya pembatasan usia oleh Pemerintah. Penelitian ini merupakan penelitian studi tafsir dengan rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana penafsiran istiṭā'ah haji dalam perspektif tafsir Al-Munir dan Tafsir Al-Misbah? (2) Bagaimana penafsiran istiṭā'ah haji dalam perspektif tafsir Al-Munir dan Tafsir Al-Misbah?
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan (library research), menekan penggunaan teori dari cara berpikir analisis-deskriptif. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berkaitan dengan kajian penelitian, seperti buku-buku maupun jurnal. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah komparasi (perbandingan).
Hasil temuan penulis dari penelitian ini berhasil menjelaskan beberapa poin, yaitu; 1. Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa istiṭā'ah meliputi kemampuan fisik dan materi yang mencukupi, seperti kesehatan jasmani dan ruhani, serta kemampuan finansial untuk biaya perjalanan dan kehidupan selama haji. Dia juga menyebutkan faktor-faktor lain seperti keamanan dalam perjalanan. Sedangkan Wahbah Az-Zuhaili menyatakan bahwa istiṭā'ah meliputi kemampuan fisik dan materi yang diperlukan untuk melakukan perjalanan menuju Baitullah. Dia juga menyebutkan beberapa penghalang atau syarat yang dapat membebaskan seseorang dari kewajiban haji, seperti masalah kesehatan, keamanan dalam perjalanan, hutang yang belum terlunasi, tidak ada izin dari mahram atau orang tua, serta keterbatasan finansial untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 2. Persamaan dalam menafsirkan QS. Ali Imran ayat 97, antara Quraish Shihab dan Wahbah Zuhaili sama-sama menjelaskan bahwa mengerjakan ibadah haji merupakan kewajiban manusia, meskipun dalam mengartikan makna kesanggupan ada sedikit perbedaan diantara keduanya. Adapun perbedaan penafsiran dalam memahami istiṭā’ah. Quraish Shihab lebih menyoroti aspek kesehatan, finansial, dan keamanan dalam pemahaman istiṭā’ah, sementara Az-Zuhaili menambahkan faktor-faktor seperti tanggungan hutang, izin dari mahram atau orang tua, serta keterbatasan finansial yang berkaitan dengan kebutuhan keluarga. Terlihat bahwa Az-Zuhaili memberikan definisi yang lebih luas mengenai istita'ah karena ia menganggap bahwa kemampuan fisik dan materi bukan satu-satunya faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kewajiban haji. Dia juga mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan ekonomi yang dapat mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan ibadah haji.