Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam tidak akan pernah habis dibahas dan ditafsirkan dari zaman ke zaman. Perkembangan kehidupan manusia juga menjadi faktor pendorong para mufassir untuk kemudian menggali lebih dalam dari berbagai sisi agar al-Qur’an selalu bisa memberikan solusi terhadap persoalnapersoalan kehidupan. Maka tidak heran jika selalu bermunculan kitab-kitab tafsir di berbagai wilayah dan di setiap era karena memang al-Qur’an menghendaki dirinya untuk dipahami dari berbagai sudut pandang tergantung kecenderungan orang yang memahaminya. Salah satu kitab tafsir yang lahir pada abad ke dua puluh satu di Indonesia adalah Tafsir Firdaus al-Naʽīm Bi Tauḍīḥ Āyāt al-Qur’ān al-Karīm Karya KH. Thaifur Ali Wafa, Madura. Tafsir ini ditulis dengan metode taḥlīlī dan jika dilihat dari sumber penafsirannya, ia termasuk tafsir bi al-riwāyah. Beberapa persoalan tafsir model ini adalah ketersambungan riwayat yang dinukil kepada perawinya dan validitas riwayatnya. Termasuk yang sering menjadi persoalan adalah penukilan riwayat isrāiliyyat yang tidak jarang isinya bertentangan dengan akal sehat maupun ajaran Islam. Dalam penelitian ini peneliti hendak mengupas riwayat-riwayat isrāiliyyat yang ada dalam kitab Firdaus al-Naʽīm khususnya dalam penafsiran surat Yusuf. Peneliti akan membuktikan bahwa riwayat-riwayat yang dinukil adalah isrāiliyyat dan kemudian mengklasifikasikannya apakah riwayat tersebut sesuai dengan ajaran Islam, bertentangan atau termasuk yang maskūtun anhu (didiamkan) karena tidak bertentangan dan tidak pula sesuai dengan syariat Islam. Hal ini sangat penting agar pengkaji tafsir ini tidak serta merta menelan riwayat-riwayat di dalamnya. Karena kebanyakan mufassir termasuk Kyai Thaifur sendiri tidak melakukan penilaian dan tidak memberikan penjelasn terhadap riwayat-riwayat yang dinukilnya.