Istri salihah merupakan idaman bagi setiap laki-laki ketika akan membangun mahligai rumah tangga. Hal tersebut bukan tanpa alasan, karena ia ingin kehidupan rumah tangganya kelak berjalan dengan baik, dipenuhi mawaddah wa rahmah, diliputi dengan kebahagiaan, saling melengkapi dengan kelebihan dari kekurangan masing-masing, saling memahami dan saling mengerti sebagaimana yang telah dicita-citakannya Penelitian ini mengkaji suatu bahasan dengan topik istri salihah dalam perspektif Alquran. Pada kajian ini penulis membatasi penulisan pada ayat-ayat yang memuat term yang menunjukkan makna istri salihah. Dari kajian dan penelitian ini, diharapkan dapat diketahui perspektif Alquran yang sesungguhnya mengenai istri salihah. Digunakannya Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah sebagai bahan studi komparasi karena penafsiran yang dijelaskan oleh kedua mufasir tersebut lebih aplikatif dan tatanan bahasa dalam penyampaiannya mudah dipahami. Rumusan masalah yang akan dicari jawabannya yaitu Bagaimana penafsiran Hamka dan Quraish Shihab tentang istri salihah perspektif Alquran? Dan Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Hamka dan Quraish Shihab tentang istri salihah dari aspek metode penafsiran dan subtansinya? Penelitian ini menggunakan metode riset kepustakaan. Tafsir al-Azhar dan tafsir al-Misbah menjadi sumber utama dalam penulisan ini. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ilmu tafsir dengan memakai metode muqârin atau komparasi karena metode ini dinilai mampu memberikan kejelasan siapa yang di maksud dengan istri salihah menurut penafsiran dua orang mufasir Indonesia tersebut. Dari beberapa penafsiran yang dikemukakan, baik oleh Hamka maupun Quraish Shihab, dapat diketahui bahwa istri salihah merupakan sosok wanita yang memiliki dasar keimanan yang kuat, menjaga harga diri, menjaga pandangan, tidak berlebihan dalam berhias dan berpakaian serta memiliki sifat ikhlas, taat, taubat, dan melaksanakan ibadah. Ada beberapa hal keselarasan serta perbedaan dalam penafsiran istri salihah menurut penafsiran Hamka dan Quraish Shihab. Keselarasan pemikirannya adalah kedua ulama tersebut mempunyai misi yang sama untuk memberikan motifasi dan pemahaman yang sederhana terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya dan menengah ke bawah yang termasuk dalam kategori “awam terhadap pemahaman agama” pada khususnya. Walaupun kedua mufasir memiliki persamaan dalam metode penafsiran mereka, yakni metode tahlîlî. Namun dalam menggunakan metode tahlîlî Quraish Shihab memiliki cara yang berbeda dari Hamka dan mufasir-mufasir lainnya. Perbedaan penulisan tersebut ialah ia berusaha menghidangkan setiap bahasan surat sesuai dengan tujuan surat atau tema pokok yang ia kemukakan di awal surat.