Penulisan skripsi yang berjudul “Dinamika Tafsir Indonesia (Analisis Hermeneutik Penafsiran Surat Alma’idah Ayat 51)” ini berawal dari keresahan peneliti terhadap keadaan politik ndonesia. Sering kali kelompok tertentu menggunakan ayat-ayat Alqur’an dengan memonopoli penafsiran untuk mendukung tujuan-tujuan politik tertentu. Salah satu ayat Alqur’an yang sering digunakan yaitu surat Al-ma’idah ayat (51). Hal ini karena ayat tersebut membuka ruang untuk penafsiran, sehingga dapat dimaknai dengan banyak penafsiran. Para mufasir/ulama Indonesia berbeda-beda pendapat dalam menafsirkan ayat tersebut di dalam kitab-kitab tafsir yang mereka tulis, hal ini juga terpengaruh oleh keadaan sosial-politik semasa hidup mereka, dan juga kitika kitab-kitab tersebut ditulis. Menurut peneliti, sangat menarik apabila dilakukan kajian terhadap surat Al-Maidah Ayat (51) yang membandingkan berbagai penafsiran dari kitab-kitab tafsir karya ulama Indonesia. Oleh karena itu dalam skripsi ini peneliti memfokuskan pembahasan dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1). Bagaimanakah Penafsiran Surat Al-Maidah Ayat 51 dalam Kitab-kitab tafsir Indonesia serta konteks historis kehidupan mufasir yang melatarbelakangi hasil penafsiran tersebut?, dan 2). Bagaimana dinamika penafsiran serta relevansinya dalam konteks Indonesia? Penelitian merupakan penelitian kepustakaan (library research). Dari sifatnya penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Data yang diguanakan antara lain Alqur’an surat al-Ma’idah ayat (51) dan tujuh kitab tafsir Indonesia, yaitu:Tafsir Tafsir Munir karya Syaikh Nawawi Al-Bantani;Tafsir Al-Qur’an Al Karim Karya Mahmud Yunus;Tafsir An-Nur karya Teuku Hasby As-Sideqy;Tafsir Al-Ibriz karya Kyai Bisri Mustofa;Tafsir AlAzhar karya HAMKA; Tafsir Ayat Suci lenyepaneun karya Moh.E.Hasim; danTafsir AlMisbah karya M. Quraish Shihab. Sedangkan analisis yang digunakan adalah deskriptifkomparatif, dengan pendekatan sosio-historis. Temuan yang peneliti dapatkan dari penelitian ini yaitu, dalam menafsirkan surat AlMa’idah Ayat (51), kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh para ulama/mufasir Indonesia memiliki beragam penafsiran, yang mana hal itu tak lepas dari keadaan sosial-politik di Indonesia yang dinamis. Tafsir yang ditulis oleh tokoh-tokoh Islam tradisional seperti Syaikh Nawawi AlBantani dan Kyai Bisri Musthofa cenderung menafsirkan sesuai teks yang ada (tekstualis), baik itu dari redaksi ayat itu sendiri maupun riwayat hadis. Demikian juga Mahmud Yunus. Sedangkan para pembaharu seperti Teuku Hasby Ash-Shideqy dan Moh E. Hasim cenderung menafsirkan secara panjang lebar dengan memberikan analisa serta contoh-contoh kasus yang kongkret. Akademis seorang spesialis ahli tafsir seperti M.Quraish Shihab, ia menafsirkan dengan analisa yang argumentatif. Apabila ditarik pada masalah politik, semua ‘ulama/mufasir dalam kitab-kitab tafsir di atas telah sepakat untuk melarang mengangkat atau memilih mereka sebagai pemimpin. Dalam ranah hubungan sosial para mufasir berbeda-beda pendapat, namun demikian secara umum para mufasir tersebut hanya memperbolehkan menjalin hubungan dengan ahlu dzimah, atau orang-orang kafir (non-Muslim) yang tidak memerangi Islam.